"Bolehlah hidupkan lagi Majalah Penghiburku yg pernah berjaya dan sekalian mengenang jasa baik Suster Myriam pemrakarsa adanya majalah untuk alumni itu. Dengan demikian satu sama lain tetap terjalin dengan baik. Viva Penghiburku!" (14 Januari 2012, Bernadeta Tumir)

Wednesday, May 2, 2012

IMPIAN OLEH MERLYN LIANTO

Cocok untuk semangat Hari Pendidikan Nasional di Indonesia yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2012, maka Koordinator blogspot Penghiburku menurunkan di sini, tulisan seorang anak 
pelajar SLPT. Selamat membaca.

Impian bukanlah sebuah diksi biasa, melainkan merupakan sebuah hal yang sangat berarti bagi semua orang. Karena impian merupakan sebuah keinginan yang bersal dari dalam hati. Setiap orang mempunyai impian dalam hati. Ada yang berusaha mewujudkannya dan ada yang menyimpannya dalam hati dan berharap akan sebuah keajaiban. Tetapi keajaiban tidak akan datang sendiri dan begitu saja tanpa ada usaha. Mentalitas instan bukanlah sebuah gaya atau cara yang tepat untuk sebuah impian.

Setiap orang mempunyai impian yang perlu diwujudkan. Impian itulah yang memberikan semangat, motivasi, serta dorongan dalam bekerja dan menjalani hidup. Contoh yang paling nyata, misalnya bagi seorang pelajar sekolah adalah berhasil menyelesaikan studinya dengan baik, dalam hal ini, lulus.

Para pelajar menjalani pendidikan untuk mendapatkan ilmu untuk masa depannya, dan ilmu itulah yang akan membantu mereka dalam meraih impian. Tetapi terkadang mereka salah mengartikan semua itu, dengan tidak serius belajar. Pada hal keseriusan atau disiplin itulah yang akan menentukan keberhasilan dalam studinya. Tanpa disiplin, mustahil impian itu akan tercapai. Semuanya hanya akan menjadi impian semu sepanjang hidupnya, sehingga perlu pengorbanan dan kedisiplinan dalam studi dan doa.

Hidup adalah sebuah misteri. Misteri merupakan sebuah rahasia dunia yang tidak bisa diungkapkan oleh manusia. Misteri ada dalam genggaman sang Pemilik Kehidupan itu sendiri, yaitu Tuhan. Hanya Dialah yang mengetahui seluruh misteti kehidupan manusia. Kita boleh merencanakan masa depan kita, tetapi Tuhanlah yang merencanakannya dan menentukan serta akan menggenapi pada waktunya. Semuanya akan menjadi indah pada waktunya sesuai dengan rencanaNya bagi kebahagiaan setiap orang. Sebagai manusia yang bermartabat dan berakhlak mulia, kita harus selalu mengucap syukur dan bertetima kasih pada Tuhan. Setiap ucapan syukur itu adalah sebuah doa dan doa itulah yang membuat Tuhan merancang hidup kita dengan kasih yang tulus dan murni. “Raihlah impianmu seperti bintang yang selalu memberikan cahayanya pada dunia.” ***

*) Pelajar sebuah SLTP di Niki-Niki,
Timor, NTT, Indonesia.

KARTU PENGENAL KAUM DIFABEL TUNA RUNGU

Pada tahun 2003 yang lalu, ada seorang temanku bernama Supriyanto (bukan tuna rungu), tapi kakinya pincang disebabkan oleh penyakit polio yang dideritanya setelah lahir, mengajak saya untuk berziarah bersamanya ke Candi Hati Kudus Tuhan Yesus, di Ganjuran, Bantul. Dia belum pernah mengunjungi Candi tersebut. Sedangkan saya sudah dua kali ke sana. Maka saya bersedia menjadi pemandu jalan baginya. Berangkatlah kami pada suatu hari Minggu, menggunakan sepeda motornya. Saya membonceng di belakang karena saya belum bisa mengendarai sepeda motor. Selama kami melaju di ring road (jalan lingkar) Selatan Bantul, saya menggerakkan tangan kiri saya untuk membuat bahasa isyarat, kata-kata: "lurus" atau "belok kiri" atau "belok kanan" di samping wajah kiri temanku itu, supaya dia mengikuti arah jalan menuju Candi.

Ketika hendak membelok kiri dari ring road Selatan menuju jalan Bantul, kami kurang memperhatikan rambu-rambu lalu lintas berupa sebuah papan bertuliskan: "Belok Kiri Menurut Lampu Lalu Lintas". Kami sudah terlanjur membelok ke kiri dan melaju puluhan meter. Tiba-tiba kami dikejar oleh seorang polisi, yang juga mengendarai sepeda motor. Polisi itu memberhentikan kami dan meminta kami mengikutinya sambil memutar ke belakang, menuju pos jaga yang terletak di perempatan jalan berlampu lalu lintas itu. Kami dibawa polisi itu menghadap polisi lain yang sedang berjaga di sana. Polisi menegur dan hendak menilang temanku. Saya hanya duduk dan diam, agak jauh di belakang mereka. Polisi dan temanku itu berbicara sesaat, lalu  temanku memanggil saya untuk mendekat ke tempat mereka sedang berbicara. Temanku menjelaskan kepada saya bahwa polisi itu hendak mengetahui, apakah benar, saya seorang tuna rungu dan tidak bisa mendengar.  

Kepada polisi itu saya mengatakan: "Betul, saya tuna rungu dan tidak bisa mendengar". Tetapi polisi itu tidak percaya dengan jawaban saya itu. Di hadapannya, polisi itu meminta saya memperagakan Bahasa Isyarat yang biasanya digunakan para tuna rungu. Saya pun melakukannya, mengeja semua huruf abjad Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Nampaknya polisi masih agak ragu-ragu, namun saya berusaha menyakinkannya bahwa saya benar-benar adalah tuna rungu. Polisi meminta saya untuk menunjukkan kartu tanda pengenal, bahwa saya adalah tuna rungu. Tetapi saya tidak mempunyai kartu itu, sehingga saya tidak dapat menunjukkannya. Lantas saya bertanya kepadanya, kenapa dia tidak percaya. Polisi itu menjawab bahwa kerap mereka dibohongi oleh orang-orang yang melanggar lalu lintas. Orang-orang itu biasanya berlagak bisu dan tuli, agar bebas biaya tilang. “Sialan, tuna rungu gadungan!” Begitu umpatku dalam hati.

Syukurlah, akhirnya polisi itu menjadi percaya bahwa saya adalah tuna rungu dan tidak lagi menahan kami. Polisi itu lalu menasehati kami, agar selalu memperhatikan rambu-rambu lalu lintas. Dan Polisi itu pun menganjurkan agar sebaiknya saya memiliki kartu identitas diri tuna rungu dari organisasi tuna rungu yang diakui oleh pemerintah. Apakah kaum difabel (different ability) atau orang-orang dengan kebutuhan khusus, seperti kaum tuna rungu, perlu memiliki kartu identitas diri dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia? Apa bila perlu, maka sudah saatnya setiap organisasi tuna rungu Indonesia, mengeluarkan kartu tanda pengenal itu, demi kenyamanan anggotanya pada saat-saat kartu tanda pengenal itu dibutuhkan. Apa lagi, banyak orang normal bisa memanfaatkan keadaan kaum difabel untuk kepentingan diri mereka sendiri. *** (02 Mei 2012)

Dikirim oleh Catharina Apriningsih, Yogyakarta.
Koordinator Pembantu blogspot Penghiburku.

Friday, April 27, 2012

BUNGKUS DAN ISI DAN KATA BIJAK LAIN

Yang Terpenting
Hidup akan membosankan bila mana kita hanya melihat
dan memperhatikan bungkus, tetapi melupakan isinya.

Rumah bagus dan mewah adalah bungkus,
Tetapi keluarga yang damai sejahtera dan harmonis adalah isinya.

Pernikahan adalah bungkus,
tetapi Cinta kasih dan komitmen adalah isinya.

Pekerjaan adalah bungkus,
tetapi Semangat untuk sukses adalah isinya.

Buku adalah bungkus,
 tetapi Pengetahuan adalah isinya.

Kitab Suci adalah bungkus,
 tetapi Kasih dan pengorbanan Allah adalah isinya.

Kotbah adalah bungkus,
tetapi Mampu melakukan apa yang dikotbahkan adalah isinya.

Pelayanan adalah bungkus,
tetapi Kerelaan dan ketulusan hati adalah isinya.

Perhatikan dan cermatilah dengan saksama isi itu.
Tetapi janganlah lupa juga merawat bungkusnya.

Mari Semangat
Bukan karena hari ini indah, kita bahagia,
tetapi karena kita bahagia, maka hari ini menjadi indah.

Bukan karena tiada rintangan kita menjadi optimis,
tetapi karena kita optimis, maka rintangan menjadi tak terasa.

Bukan karena mudah, kita yakin bisa,
tetapi karena kita yakin bisa, maka semuanya menjadi mudah.

Bukan karena semua baik, kita tersenyum,
tetapi karena kita tersenyum, maka semua menjadi baik.

Memaafkan orang yang telah membohongi,
merugikan dan menyakiti hati kita.
Karena adalah lebih menolong diri kita sendiri,
agar kita bisa terlepas dari rasa marah, kecewa,
benci dan dendam.

Maka marilah kita semua hidup lebih baik dari sekarang,
seperti yang tertera pada tulisan itu di atas.

Mari kita bersemangat hidup menghadapi tantangan di tahun ini,
dan yang akan mendatang dan seterusnya.

Renungan  
Tetaplah Teguh saat yang lain Rapuh
Tetaplah Rendah Hati saat yang lain semakin Angkuh
Tetaplah Sabar saat yang lain selalu Emosi
Tetaplah Mengampuni walau pun terasa semakin Menyakitkan

Kata Mutiara  
Orang Hebat tidak dihasilkan oleh Kemudahan,
Kesenangan dan Kenyamanan.
Tetapi dihasilkan oleh Kesukaran,
Tantangan, Pengujian, Kegagalan
dan hati yang selalu melekat pada Allah.

====================================
Kiriman Maes
Alumna SLB/B Dena Upakara, Wonosobo, Jawa Tengah.
27 April 2012.


Thursday, April 26, 2012

TELUR-TELUR INDAH

Laporan dari Catharina Apriningsih, Yoyakarta, Indonesia.
Koordinator Pembantu Blogspot Penghiburku.
Ketika tulisan ini dimuat, Apri sedang merayakan
Hari Ulang Tahunya, tanggal 26 April 2012.
Parabens, Proficiat, Selamat Berbahagia.

Keluarga Adeco (Alumni SLB/B Dena Upakara dan Don Bosco) wilayah Yogyakarta, mengadakan lomba hias Telur Paska, pada hari Minggu, tanggal 22 April 2012 di rumah ibu Dita Rukmini, di Jln. Timoho, Yogyakarta, Indonesia. Kegiatan ini berlangsung setelah Misa Paska Bersama dan Pengajian Keluarga Adeco Yogyakarta. Seluruh anggota Keluarga Adeco Yogyakarta diundang untuk mengikuti lomba hias Telur Paska. Para peserta membawa bahan dari rumah masing-masing, yang telah mereka hiasi. Lalu menyerahkan Telur Hias kreasi mereka itu kepada ibu Dita Rukmini, pemandu acara, yang kemudian menata Telur Hias itu pada empat keranjang kecil. Terdapat 9 peserta yang mengikuti lomba ini:
1. Bapak Hadisutopo, asal Yogyakarta.
2. Bapak Soegiyono, asal Yogyakarta
3. Saudara Sugiarto, Ketua Keluarga Adeco Yogyakarta.
4. Saudari Veronica Helantri Sampurna, asal Yogyakarta.
5. Saudari Debora, asal Yogyakarta.
7. Saudari Lestari, asal Wonogiri (Keluarga Adeco Solo)
7. Nyonya Tri Yuniari, asal Yogyakarta
8. Nyonya Tuti, asal Cilacap (Keluarga Adeco Banyumas)
9. Nyonya Arlina, asal Yogyakarta.

Nyonya Tuti dari Cilacap dan Nyonya Arlina adalah Muslimah yang turut memeriahkan lomba hias Telur Paskah. Memang Keluarga Adeco Yogyakarta sudah lama memupuk adanya sikap toleransi antar umat beragama. Bila mana ada perayaan Natal dan Tahun Baru, teman-teman Muslim ikut memeriahkannya. Demikian juga bilamana ada Syawalan (Silaturahmi atau Halal bil Halal setelah hari raya Idul Fitri), teman-teman dari Gereja Protestan dan Katolik juga ikut membantu pada acara itu  sebagai panitia. Malahan Saudara Sugiarto, si ketua Keluarga Adeco Yogyakarta yang beragama Budha, selalu tulus hati membantu penyelenggaraan kedua acara besar tersebut. Dan kerap pula, dia membantu Seksi Liturgi, membuatkan teks Misa bagi umat Katolik. Karena itu, kami sangat bangga memiliki sikap saling toleran seperti ini. Terima kasih untuk semuanya itu.

Ibu Dita Rukmini sebagai pemandu acara, meminta kesediaan Romo Beni (Pastor Benedictus Hari Juliawan, SJ, yang baru saja memimpin Misa Paskah Keluarga Adeco Yogyakarta) dan Suster Wahyu, PMY, dari SLB/A-B Helen Keller Indonesia, untuk menjadi juri lomba hias Telur Paska itu. Sebelumnya dalam Misa, Romo Beni sempat bertanya kepada kami: “Mana yang lebih dulu ada: Telur atau Ayam?”  Jawaban kami berbeda-beda. Ada yang menjawab 'telur' dan ada juga yang menjawab 'ayam'. Romo Beni lalu mengatakan bahwa jawaban yang benar adalah: Telur. Menurut Romo Beni, Telur adalah: Awal mula sebuah kehidupan. Maka Telur Paska menandakan pembaharuan dan perubahan sikap manusia dari sikap lama menjadi sikap baru dalam memperjuangkan hidup. Setelah Romo Beni dan Suster Wahyu menilai telur-telur hias itu, hasil penilaian mereka diserahkan secara tertutup kepada ibu Dita sebagai pemandu acara. Akhirnya diumumkan bahwa pemenang lomba telur hias adalah Bapak Hadisutopo. Beliau melukis wajah sengsara Yesus di kayu Salib pada telur ayam yang dihiasanya itu. Luar biasa! Sangat indah telur hias kreasi Bapak Hadisutopo, walau pun beliau telah berumur 71 tahun. Dalam usianya yang demikian, beliau tetap memiliki semangat besar untuk hidup dan juga tetap mengembangkan bakat melukisnya. Belaiu adalah pribadi “berkebutuhan kusus” (tuna rungu lansia), pensiunan pegawai negeri Departemen Perindustrian Kanwil Yogyakarta. Bilau juga adalah seorang ahli kulit dan tukang memperbaiki sepatu. Semua para hadir menyoraki beliau dengan aplaus, alias tepukan tangan meriah, saat beliau menerima hadiah juara lomba hias Telur Paskah. Hadiah yang diterima beliau, berupa buku prakarya, gunting dan lem Uhu.  Wajah beliau tampak bahagia dan bangga. Proficiat untuk Bapak Hadisutopo! Kemudian pemandu acara meminta semua peserta lomba untuk tampil ke depan para hadirin untuk difoto bersama, sambil memegang hasil kreasi mereka, sebelum telur rebus itu mereka makan.
   
Pemenang Lomba: Pak Hadisutopo
Acara Misa Paska Bersama dan  lomba hias Telur Paskah itu, dilanjutkan dengan acara ramah tamah. Kata sambutan dibawakan oleh Bruder Marcellinus, FC, Kepala sekolah SLB/B Karya Bakti (Don Bosco) Wonosobo. Bruder Marcel mengawali sambutannya dengan kata-kata: Asalamualaikum dan Salam Damai Sejahtera. Lalu beliau menyampaikan beberapa catatan dan nasehat tentang makna Telur Paska. Beliau juga memberi banyak sentilan humor, sehingga kami semua hampir tertawa terus selama sambutan beliau. Terima kasih dan salam untuk semua. *** (Yogyakarta, 24 April 2012)

Tuesday, April 24, 2012

10 P DAN 10 K

Oleh Prisco Virgo
Koordinator Utama Blogspot Penghiburku.
Kuluhun, Dili, Timor-Leste.

Filosofi kerja ayah saya, seratus persen tidak bergeser sedikit pun dari pola pikir para pekerja jaman industri: Barter tenaga dengan pendapatan. Jual otot untuk sesuap nasi. Mengabdi perusahaan untuk gaji bulanan. Filosofi ini sebenarnya tipis sekali perbedaannya dengan paradigma berpikir dari jaman agraris sebelumnya: Siapa tidak bisa memegang pacul dan linggis, tidak usah makan. Tetapi karena ayah saya adalah generasi pertama dari kampung kami yang mendapat pekerjaan pada “industri” milik negara sebagai Pegawai Negeri Sipil(PNS), maka dia dan teman-temannya yang bernasib baik digaji oleh pemerintah pada saat itu, merasa diri lebih sedikit berprestasi dan berprestise dibanding kebanyakan orang sekampung yang tetap setia mengolah tanah sebagai lahan usaha, alias petani. Pada hal kalau kita lebih teliti membuat perbandingan, para petani ini justru tidak terlalu diikat peraturan dan waktu kerja. Jadwal mengolah tanah dan “roster” musim menaman atau pun memanen, telah dipatok oleh alam. Mereka tahu, perputaran dan pergantian siklus alam tidak pernah ditentukan oleh manusia. Makanya mereka tidak repot-repot mengurus surat kontrak kerja. Pendapatan mereka ditentukan oleh kebijkan naluri membaca tanda-tanda alam dan kerajinan menata kebun. Filosofi kerja meraka sederhana. Tanam dan sekali lagi tanam. Tanah yang pikul dan bukan engkau yang gendong. Hasilnya terserah kemurahan alam. Sementara penghasilan para PNS, ditentukan oleh majikan sesuai peraturan yang sangat ketat. Karena itu para PNS tidak pernah memiliki kebebasan waktu dan kebebasan pendapatan. Besarnya penghasilan mereka ditentukan oleh golongan dan tingkatan sesuai ijazah formal. Dan kesejahteraan mereka, sungguh mati, malah ada di tangan para pengambil keputusan, manusia-manusia berkuasa di perusahaan. Seorang PNS adalah pengabdi setia semboyan 10 P: Pergi pagi, pulang petang, pikiran pusing, pinggul pegal, pendapatan pas. Dan itu semua pernah dialami ayah saya. Setelah pensiun, pendapatan menurun, simpanan tidak ada dan hari tua penuh penderitaan, ratap tangis dan kertak gigi. Kalau saja dulu dia seorang koruptor, tentu  cerita ini akan jadi lain.

Meskipun dan walaupun begitu, jujur, ada satu hal yang tidak pernah bisa saya lupakan dari keuletan ayah saya. Dia seorang PNS yang gemar berkebun. Rupanya dia sadar, pendapatan tidak seberapa seorang PNS yang tinggal di kampung dengan seorang istri dan sepuluh orang anak, tidak selalu cukup memenuhi segala kebutuhan keluarga. Saya dan adik-adik saya dia wajibkan pula untuk mencintai kebun. Kami tidak boleh alpa merawat semua tanaman yang telah diusahakannya. Mulai dari sayur-mayur yang dia semaikan pada bedeng-bedeng di halaman rumah, sampai tanaman lain seperti pisang, tebu, jeruk dan kelapa di kebun utama. Untuk setiap kami, dia siapkan seruas bambu, semacam celengan sederhana, dan uang hasil penjualan isi kebun, dia tabungkan ke masing-masing ruas bambu sesuai nama masing-masing anak. Tanpa sadar, sebenaranya ayah saya, sang PNS penganut semboyan 10 P, telah menamkan ke dalam pikiran anak-anaknya, paradigma membangun usaha sendiri di luar orientasi yang dominan dalam masyarakat waktu itu: menggadaikan tenaga pada perusahaan orang lain demi gaji bulanan. Pendidikan tidak terprogram ayah saya kepada kami anak-anaknya, kini membuahkan cerita ini. Dari sepuluh orang anaknya, hanya satu yang memilih menjadi PNS. Sisanya, berjuang membuka usaha sendiri. Adik saya yang nomor empat pernah berceritra kalau beberapa teman kelasnya yang kini sudah menjadi PNS, mengajaknya untuk bergabung. Jawaban dia kepada teman-teman yang mengajaknya masuk ke lahan paradigma PNS, sangat sederhana: “Saya tidak pernah menyepelekan pilihan anda. Semua kerja itu luhur. Tetapi kalau kita mau jujur, gaji seorang PNS berijasah S1, yang saya tahu, 25 kali berada di bawah penghasilan kios saya setiap bulan.” Lalu secara kelakar dia mengatakan kepada saya bahwa tidak terlalu bijak menyerahkan kebebasan diri kepada kertas kontrak kerja perusahan negara atau swasta. Lebih baik memilih paradigma abad informasi yang berslogan 10 K: Kerja kreatif, kantong kembung, kita kaya, ke sana ke mari, ketawa ketiwi. Mengapa? Tidak pernah ada bentakan atasan, terpaku pada stempel dan tanda-tangan, siap kerjakan, gaji dipotong untuk iuran sana iuran sini. Paradigma 10 K ini membawa manusia ke arah bebas pendapatan, bebas waktu dan paling penting, bebas pikiran. (24 April 2012)           

Sunday, April 22, 2012

DUA KESEMPATAN PENUH BERKAT

Oleh Agustini Hasan, Jakarta, Indonesia.
Koordinator Pembantu Blogspot Penghiburku.

Beberapa hari sebelum tanggal 1 April 2012, saya menerima dua SMS (Short Service Messages) untuk undangan rapat. Pertama adalah undangan rapat untuk persiapan Perayaan Misa Paskah Bersama tahun 2012 untuk Paguyuban Penyandang Tunarungu Katolik wilayah Jabodetabek (PPTRKJ). Dan yang kedua, undangan rapat persiapan untuk acara Hari Ulang Tahun Adeco Jakarta. Pak Imam selaku ketua Adeco Jakarta, mengundang saya karena saya adalah ketua arisan Adeco Jakarta yang baru terpilih. Sedangkan Irma selaku ketua PPTRKJ, mengundang saya karena saya telah menerima tugas sebagai salah satu anggota panitia perayaan Misa Paskah Bersama PPTRKJ tahun ini. Susahnya, kedua rapat itu akan terjadi pada hari dan tanggal yang sama. Dan nanti hari-H-nya juga, akan dilaksanakan bersamaan pada tanggal 15 April 2012. Saya jadi bingung karena tidak mungkin menghadiri dua rapat sekaligus. Maka saya harus memilih salah satunya. Akhirnya saya memutuskan untuk menghadiri rapat persiapan Perayaan Misa Paskah Bersama. Pada tanggal 1 April 2012, saya dan beberapa anggota panitia Perayaan Misa Paskah Bersama, datang ke rumah Irma untuk membahas masalah persiapan internal seputar perayaan, seperti konsumsi, seragam panitia Paskah dan menghubungi Pastor untuk memimpin Upacara Misa. Rapat berjalan dengan baik dan diakhiri dengan makan siang bersama, sambil melihat-lihat ikan mas koi yang berenang meliuk-liuk di kolam samping ruang makan “terbuka” di rumah Irma yang asri dan nyaman. Sambil makan buah jeruk dan snack, kami mengobrol ramai sekali, menunggu hujan reda, yang waktu itu sedang turun. Kami baru bisa pulang ke rumah masing-masing ketika hari sudah soreh, karena hujan hari itu berlangsung agak lama. Kami lalu berpamitan, sambil tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Irma yang sudah menjamu kami. Beberapa hari sebelum hari-H, saya mendapat lagi sebuah sms undangan yang berbunyi: “Acara ultah Adeco ke-19 tahun yang sederhana, tempatnya Panti Asuhan Vincentus Putri di Jalan Otista Raya, mulai jam 11.00 pagi sampai jam 15.00 siang. Ada pemotongan tumpeng, konsumsi gratis dan door prize. Terima kasih. Dari pak Imam. Tamu yang datang jauh-jauh supaya bisa hadir pada acara HUT Adeco Jakarta adalah Adeco Surabaya.”

Sabtu tanggal 14 April 2012, sebelum hari-H Perayaan Misa Paska Bersama, kami anggota panitia meluangkan waktu untuk datang ke gereja Gembala Baik pada jam 13.00 siang, guna mempersiapkan berbagai keperluan seperti, perlengkapan Misa, alat-alat Liturgi, proyektor, layar, bangku, spanduk, gardus minuman aqua gelas, membungkus telur dengan kantong khusus lalu diikat dengan tali aluminium emas yang berjumlah 80 butir telur matang, dan lain-lain. Setelah semuanya beres, kami berkumpul lagi untuk rapat akhir. Kami diberi instruksi oleh ketua PPTRKJ, agar seluruh anggota panitia sudah harus datang ke gereja pada jam 08.00 pagi sebelum perayaan Misa, yang akan dimulai pada jam 10.00 pagi. Juga disampaikan oleh ketua PPTRKJ, bahwa tidak bisa mendapatkan imam untuk Misa. Semua Pastor yang sempat dihubungi, katanya sedang berhalangan. Maka Pak Rahmat (salah satu anggota panitia), sudah menghubungi Bruder Anton, ketua Yayasan Sekolah SLB/B Pangudi Luhur, yang pernah hadir Misa Natal 2011 dan Tahun Baru 2012, untuk menggantikan Pastor memimpin Kebaktian Paskah Bersama kami. Setelah itu kami bubar. Dan syukurlah, akhirnya Kebaktian Paskan Bersama, hari Minggu tanggal 15 April 2012 itu, berjalan dengan lancar dan khidmad. Setelah Kebaktian, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama. Souvenir berupa telur Paskah, dibagi-bagikan oleh panitia kepada tamu-tamu, ketika mereka hendak pulang.

Sebagai anggota dan ketua arisan Adeco Jakarta, tidak mungkin saya tidak datang ke perayaan Hari Ulang Tahun Adeco Jakarta, yang terjadi pada hari itu juga. Apa lagi, acara itu dibuat di Panti Asuhan Vincentius Putri, tidak jauh dari gereja Gembala Baik. Maka setelah makan siang pada acara Paskah Bersama itu, saya dan beberapa teman alumni Wonosobo, terburu-buru berangkat ke sana, karena kami sudah sangat terlambat, sampai-sampai kami ditanyai oleh satpam di Panti Asuhan tersebut, tentang alasan keterlambatan kami ke sana. Setelah dijelaskan, dia mengerti dan mempersilahkan kami segera masuk ke dalam. Acara HUT Adeco Jakarta itu sudah dimulai sejak jam 11.00 pagi. Sedangkan kami baru bisa datang ke sana pada jam 13.00 siang. Dan rupanya, tiga jam lagi acaranya akan selesai. Sebenarnya setelah Kebaktian di gereja Gembala Baik, saya ingin langsung ngacir ke acara HUT Adeco, tetapi tidak diisinkan Irma, karena semua anggota panitia perlu makan siang bersama, sebagai tanda setia kawan dan kekompakan.

Teman-teman Adeco Jakarta agak terkejut melihat kami datang sangat terlambat. Tetapi akhirnya kami diperkenankan mengisi buku tamu, diberi kupon door prize dan dipersilahkan ikut mengambil bagian dalam acara itu, setelah kami jelaskan bahwa kami baru saja selesai dari acara Kebangktian Paska Bersama anggota PPTRK. Sedikit lucu memang. Saya sendiri tidak kebagian nasi kotak, karena persediaan sudah langsung ludes pada saat makan, saking banyaknya tamu berdatangan ke acara itu. Bukan masalah juga, karena saya sudah makan di gereja Gembala Baik tadi. Sang ketua Adeco Jakarta, pak Imam, menjelaskan bahwa dia tidak membayangkan, tamu akan datang melimpah seperti itu. Dia dan panitia telah memesan makanan untuk 60 orang, tetapi tamu yang datang, malah berkisar 90 orang. Luar biasa. Ternyata tamu yang datang, tidak saja para alumni Wonosobo, tetapi dari tempat-tempat lain juga, seperti dari Santi Rama, Cicendo dan lain-lain. Acara berjalan meriah dan penuh kegembiraan. Tidak lupa juga dibahas soal tentang lomba logo re-uni Dena Upakara ke-75 tahun, yang re-uni akbarnya akan diselenggarakan di Wonosobo tahun depan. Setelah itu, ada acara undian door prize. Tidak diduga-duga, saya mendapat hadiah satu jam dinding. Lumayanlah. Setelah kembali ke rumah, hadiah itu saya hadiahkan lagi kepada keponakan saya. Karena memang pada saat itu, dia sedang membutuhkan jam dinding untuk kamar tidurnya. Dia sangat senang mendapatkan apa yang sedang dia butuhkan. Ini adalah berkat Paskah yang melimpah pada dua kesempatan yang juga menggembirakan hati. Selamat Paskah untuk semua yang sudah merayakannya. Terima kasih dan salam persaudaraan untuk teman-teman di mana saja. Kompak selalu. Viva Penghiburku! ***  (Jakarta, 18 April 2012)

Saturday, April 21, 2012

SEKILAS RADEN AJENG KARTINI

Raden Ayu Kartini (21 April 1879 - 17 September 1904) atau yang lebih dikenal sebagai Raden Ajeng Kartini (R. A. Kartini), adalah seorang putri pribumi Jawa yang sangat menonjol dan terhitung sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Tetapi Kartini lebih dikenal sebagai pelopor di bidang hak-hak perempuan untuk para putri Indonesia. R.A. Kartini dilahirkan dalam sebuah keluarga aristokrat Jawa pada masa ketika pulau Jawa masih menjadi bagian dari koloni Belanda di Hindia Belanda. Ayah R. A. Kartini adalah Raden Mas Sosroningrat yang kemudian menjadi Bupati Jepara. Ibunya adalah istri pertama Raden Mas Sosroningrat, bernama M. A. Ngasirah, putri dari Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Teluwakur, Jepara, dan Nyai Haji Siti Aminah. Pada saat itu, poligami masih menjadi praktek umum di antara kaum bangsawan di pulau Jawa. Ayah R. A. Kartini, R. M.  Sosroningrat, pada awalnya adalah kepala distrik Mayong. Pada waktu itu, peraturan kolonial metentukan bahwa seorang Bupati harus menikahi seorang anggota bangsawan dan karena M. A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah untuk kedua kalinya dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung dari Raja Madura. Setelah pernikahan kedua ini, Ayah kandung Kartini itu diangkat menjadi Bupati Jepara, menggantikan salah seorang kerabatnya sendiri, R. A. A. Tjitrowikromo.

R.
A. Kartini adalah anak kelima dan anak perempuan tertua kedua di keluarganya dari sebelas bersaudara, termasuk para saudara dan saudari tirinya. Ia dilahirkan dalam keluarga dengan tradisi intelektual yang kuat. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, menjadi Bupati pada usia 25 tahun. Sedangkan kakaknya, R. M. Sosrokartono adalah seorang Linguists atau ahli bahasa. R. A. Kartini hanya diperbolehkan untuk bersekolah sampai dia berusia 12 tahun. Dari antara semua mata pelajaran, dia sangat menyukai pelajaran bahasa Belanda dan dia berhasil berbicara dengan fasih dalam bahasa itu. Suatu prestasi yang tidak biasa bagi para wanita Jawa pada waktu itu. Setelah berusia 12 tahun, R.A. Kartini mulai dipingit dalam rumah, sebuah praktek umum di kalangan bangsawan Jawa, untuk mempersiapkan para anak perempuan sebelum pernikahan mereka yang ditentukan oleh orang tua. Selama berada dalam masa pingitan, seorang perempuan tidak diperkenankan untuk meninggalkan rumah orang tuanya mereka sampai mereka menikah, di mana kekuasan atas diri mereka akan dialihkan kepada para suami. Tetapi Ayah R. A. Kartini agak lebih lunak dan memberikan keluasan kepada putrinya ini, untuk belajar bordir dan kadang-kadang boleh tampil di depan umum untuk acara-acara khusus.

Selama masa pingitan itu, Kartini terus belajar dengan tekun. Karena dia bisa berbahasa Belanda dengan baik, maka Kartini memiliki beberapa teman pena di negeri Belanda. Salah satunya adalah seorang gadis bernama Rosa Abendanon dan melalui surat-menyurat, mereka akhirnya menjadi sahabat dekat. Melalui buku, surat kabar dan majalah Eropa yang dia baca, Kartini terbuka pikirannya tentang gerakan kaum feminis di Eropa dan ia bertekat untuk memperbaiki kondisi perempuan pribumi di Jawa, yang pada waktu itu memiliki status sosial yang sangat rendah. Kartini juga membaca koran-koran berbahasa Belanda yang diterbitkan di pulau Jawa, seperti De Locomotief (Semarang), yang diedit oleh Pieter Brooshooft, serta sebuah bundelan majalah (Leestrommel) yang diedarkan oleh toko-toko buku untuk para pelanggan. Bahkan Kartini juga membaca berbagai majalah budaya dan ilmiah, serta majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie. Untuk majalah yang terakhir inilah, ia mulai mengirimkan tulisan-tulisannya untuk diterbitkan. Kesan dari surat-suratnya yang dibukukan kemudian dengan nama Habis Gelap Terbitlah Terang, nampak jelas bahwa Kartini seolah membaca segala sesuatu dengan minat dan perhatian yang sangat tinggi. Sebelum berumur 20 tahun, Kartini telah membaca buku-buku yang cukup berat bobotnya dan berat isinya, seperti Max Havelaar yang ditulis oleh Multatuli. Lalu De Stille Kracht (The Hidden Force) oleh Louis Couperus. Karya-karya Frederik van Eeden, Augusta de Witt. Juga buku dari penulis Romantis-feminis Nyonya Goekoop, de-Jong Van Beek dan sebuah novel anti-perang oleh Berta von Suttner, Die Waffen Nieder! (Lay Down Your Arms!). Semua buku ini tertulis dalam bahasa Belanda. Perjuangan dan keprihatinan Kartini, tidak hanya dalam bidang emansipasi wanita, tapi juga dalam masalah kemasyarakatan umumnya. Ia melihat bahwa perjuangan bagi kaun perempuan untuk memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hak di mata hukum itu, hanyalah sebagian kecil dari suatu gerakan yang lebih luas.

Kartini dinikahkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang, yang sudah memiliki tiga istri. Dia menikah pada tanggal 12 November 1903. Hal ini sangat bertentangan dengan keinginan pribadi Kartini, tetapi dia setuju saja untuk menenangkan ayahnya yang sedang sakit. Ternyata suaminya tidak melarang keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah bagi kaum wanita di serambi Timur kompleks Kantor Kabupaten Rembang. Satu-satunya putra R. A. Kartini, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, yakni pada tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Ia dimakamkan di Desa Bulu, Rembang. Terinspirasi oleh contoh hidup dan perjungan Kartini, keluarga Van Deventer mendirikan Yayasan R. A. Kartini untuk membangun sekolah-sekolah bagi kaum perempuan di pulau Jawa. Sekolah Kartini di Semarang akhirnya dibangung pada tahun 1912, diikuti oleh sekolah-sekolah perempuan lain di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Pada tahun 1964, Presiden Sukarno mengumumkan bahwa hari lahir R. A. Kartini, tanggal 21 April, disebut sebagai 'Hari Kartini' dan dijadikan hari libur Nasional di Indonesia. Keputusan ini pernah menuai kritik. Para pengeritik mengusulkan bahwa Hari Kartini seharusnya dirayakan dalam hubungannya dengan Hari Ibu Indonesia, yaitu tanggal 22 Desember. Dengan demikian, pengangkatan R. A. Kartini sebagai Pahlawan Nasional akan menaungi juga semua perempuan lain, yang seperti  R. A. Kartini, telah juga ikut melawan penjajah tanpa senjata. Sebaliknya, mereka yang pro tanggal 21 April sebagai Hari Kartini, berpendapat bahwa Kartini tidak hanya seorang feminis yang ditinggikan statusnya di Indonesia, tetapi dia juga seorang adalah seorang tokoh nasionalis, yang dengan ide-idenya, ikut berjuang atas nama bangsanya dalam perjuangan nasional untuk Kemerdekaan. Jadi tidak perlu digabungkan dengan Hari Ibu, tanggal 22 Desember. ***  (Sumber bahan: Wikipedia. Alihbahasa: Prisco Virgo*)

*) PRISCO VIRGO
Kuluhun, Dili, Timor-Leste.
Koordinator Utama blog-spot Penghiburku.