"Bolehlah hidupkan lagi Majalah Penghiburku yg pernah berjaya dan sekalian mengenang jasa baik Suster Myriam pemrakarsa adanya majalah untuk alumni itu. Dengan demikian satu sama lain tetap terjalin dengan baik. Viva Penghiburku!" (14 Januari 2012, Bernadeta Tumir)

Wednesday, February 29, 2012

STATISTIK PENGUNDAH PENGHIBURKU










Sampai dengan hari Selasa, 29 Februari 2012.
Jumlah Pengunjung blogspot sejak berdiri: 2,794.

TULISAN DENGAN PENGUNDAH TERBANYAK:

PUTRIKU ANAK TUNA RUNGU: 2 komentar, 92 pengundah
DESA ORANG BISU TULI: 1 komentar, 90 pengundah
SUKA DUKA GURU TUNA RUNGU: 6 komentar, 66 pengundah
PUISI-PUISI TUNA RUNGU: 5 komentar, 59 pengundah
AKU DAN PENGHIBURKU: 4 komentar, 52 pengundah
KARTU POS (1): 2 komentar, 48 pengundah
MAJU TERUS KAUM DEAF: 3 komentar, 47 pengundah
AKU MENGGUGAT: 2 komentar, 46 pengundah
ASAL MULA: 2 komentar, 46 pengundah
PELANGI KATA PADA BUNGA: 1 komentar, 44 pengundah
PESONA KATA: 4 komentar, 38 pengundah
KELUARGA ADECO: 4 komentar, 36 pengundah
AKU TERKENANG SI MET: 4 komentar, 28 pengundah
PERJUANGAN ANAK TUNA RUNGU: 1 komentar, 23 pengundah
PIDATO HELEN KELLER: 4 komentar, 20 pengundah
SLB/BN KUPANG: 5 komentar, 17 pengundah












NEGARA ASAL PENGUNDAH:

INDONESIA: 1,637
TIMOR-LESTE: 488
AMERIKA SERIKAT: 119
RUSIA: 88
ARGENTINA: 30
PORTUGAL: 21
FILIPINA: 20
BRAZIL:  18
AUSTRALIA: 16
BELANDA: 14
ZAMBIA: 14
UKRAINA: 13
JEPANG: 6
INGGRIS: 5
MEXICO: 5
PARAGUAY: 3
JERMAN: 1
MOZAMBIQUE: 1
TAIWAN: 1
HONGKONG: 1
MALAYSIA: 1
SPANYOL: 1
IRLANDIA: 1
CANADA: 1
ITALIA: 1

Terima Kasih.
Koordinator Utama Blog-Spot Penghiburku:
PRISCO VIRGO

Sunday, February 26, 2012

BENGKALA : DESA ORANG BISU TULI

Agustini Hasan
Alumna SLB/B
Dena Upakara,
Wonosobo, Jateng
Pernah dengar atau baca tentang desa orang-orang bisu tuli? Sebuah catatan saya temukan pada tabloid Nyata yang terbit di Jakarta, edisi 2118, bertanggal 11 Februari 2012. Catatan ini berceritra tentang sebuah desa bernama Bengkala di pulau Bali. Bengkala itulah desa orang bisu tuli. Satu-satunya desa di dunia dengan penduduk orang bisu tuli terbanyak. Mengapa? 80 % penduduk desa itu adalah orang-orang tuna rungu. Ini memang sebuah hal yang sangat unik. Jelas! Catatan itu mengatakan, kita bisa mencapai desa Bengkala, memakai kendaraan umum, 30 menit dari terminal Panarukan di Singaraja. Desa Bengkala terletak di kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Di Bengkala, penduduk bisu tuli biasanya disebut orang Kolok. Mata pencarian mereka adalah menjadi buruh tani atau kuli.

Beberapa penelitian dari dalam negeri mau pun luar negeri, pernah dilakukan untuk mengetahui, mengapa sampai bisa terjadi ledakan jumlah penduduk orang bisu tuli di desa itu. Penelitian-penelitian itu menyebut faktor genetik sebagai penyebabnya. Tetapi sampai hari ini, belum bisa dijelaskan secara ilmiah. Ada yang menyebut faktor perkawinan sedarah, sehingga ada pasasangan yang selalu melahirkan anak-anak cacat bisu tuli. Tetapi faktor ini masih dibimbangkan karena sering terjadi, ada orang tua normal yang melahirkan anak tuli atau orang tua bisu tuli, tetapi mempunyai anak-anak normal. Faktor yang terakhir adalah mitos” yang berasal dari masa pendudukan Belanda. Dikatakan bahwa orang Kolok pada zaman penjajahan Belanda, selalu berpura-pura menjadi orang bisu tuli, agar desa mereka dianggap penjajah Belanda sebagai desa yang tidak penting. Dengan demikian penduduk desa itu aman dari serangan Belanda. Pada zaman itu, penduduk desa Bengkala berbicara dengan penjajah Belanda memakai bahasa isyarat. Mereka melakukan hal kebohongan bisu tuli itu demi menyelamatkan nyawa mereka sendiri. Awalnya memang hanya berpura-pura, tetapi akhirnya mereka benar-benar menjadi bisu dan tuli. Kebenaran “mitos” ini pun diragukan dan hanya dianggap sebagai ceritra lisan karena diturunkan dari mulut ke mulut. Catatan tertulis tidak ada sama sekali.

Satu hal yang sangat disayangkan di desa Bengkala sampai hari ini adalah tidak adanya sekolah luar biasa yang dikhususkan bagi murid-murid bisu tuli. Anak-anak bisu tuli digabungkan saja dengan para murid normal. Rupanya hal ini disebabkan oleh lemahnya sumber daya manusia, kurangnya fasilitas pendukung dan belum adanya guru khusus untuk mengajari murid-murid tuna rungu. Tetapi untungnya, penduduk yang tidak bisu tuli alias berpendengaran normal, bisa berinteraksi dengan penduduk orang Kolok melalui bahasa isyarat, karena bahasa isyarat sudah dianggap hal yang biasa di Bengkala.

Satu keunikan lagi yang tidak pernah kita bayangkan adalah kemampuan orang Kolok dalam hal menari. Keahlian mereka adalah tari Janger. Dan tarian Janger orang Kolok dari desa Bengkala itu, sudah terkenal hingga ke manca negara. Maka desa Bengkala kerap dibajiri turis yang datang  untuk menonton orang Kolok menari Janger. Satu tim penari Janger terdiri dari 14 orang pria dan wanita yang berusia di antara 15 sampai 40 tahun. Meski tidak bisa mendengar, tapi harmonisasi mereka dalam mengikuti alunan musik sungguh mengagumkan. Ayunan langkah kaki-kaki mereka ketika menari sungguh kompak dan pas. Pekerjaan menari ini merupakan juga salah satu sumber penghasilan untuk orang Kolok. Untuk bisa tampil sempurna seperti itu, seorang penari Janger harus menjalani latihan tari secara rutin hampir setiap malam, selama 4 jam sampai mereka siap tampil. Semuanya itu tentu butuh latihan terus menerus. Di samping kesabaran yang tinggi dan keuletan dari para pelatih. Karena pendengaran para penari sangat terbatas. Suatu saat nanti, saya ingin berkunjung ke desa Bengkala untuk bertemu dengan orang-orang senasib seperti saya, tetapi memiliki ketrampilan menari yang sangat luar biasa. Semoga mimpi saya ini bakal terwujud. ***

Kiriman: Agustini Hasan. Jakarta.
Koordinator Pembantu blogspot Pengiburku.

Saturday, February 25, 2012

KATA PENEGUHAN AKHIR PEKAN (2)

Ada seorang raja yang memiliki jari kaki 9 buah saja. Karena ibu jari kaki kirinya butung. Tetapi sang raja ini sangat suka berburu rusa. Karena itu ia dijuluki: “Raja berburu gila". Kawan setia sang raja kalau dia pergi berburu adalah penasehatnya sendiri. Pada suatu hari, bertanyalah raja ini kepada penasehatnya. Dia ingin tahu, apa pendapat penasehatnya itu tentang ibu jari kaki kirinya yang butung. Penasehatnya itu menjawab: "Oh itu baik sekali baginda!" Nah, karena raja menganggap bahwa jawaban penasehatanya ini agak "kurang ajar", maka raja perintahkan agar penasehat itu dipenjarakan.

Suatu hari, berangkatlah sang "raja berburu gila" ini sendirian ke hutan untuk mencari rusa. Karena semua rusa di wilayah berburu itu sudah mengenal bau badan sang "raja berburu gila", maka ber-imigrasi-lah rusa-rusa itu ke tempat lain. Sehingga masuklah sang "raja berburu gila" itu lebih jauh ke tengah hutan yang belum pernah dikunjunginya. Dia nekad saja! Mau tanya siapa? Penasehatnya pasti sudah "mati busuk" di penjara istana. Karena dia nekad tanpa nasehat, maka hasilnya juga sangat tidak beruntung. “Raja berburu gila” tanpa penasehat, ternyata bernasib sial. Dia akhirnya tersesat ke wilayah para kanibalis alias para manusia pemakan manusia. Tertangkaplah dia! Tetapi sebelum disembelih, pemimpin kaum kanibalis perlu melalukan proper test atau tes kelayakan. Tes ini dibuat untuk mengetahui, apakah korban layak atau tidak layak untuk dijadikan makanan. Ternyata korban tidak layak karena jari kakinya hanya 9 buah. Korban dilepaskan. Si “raja berburu gila" baru sadar akan apa yang pernah dikatakan penasehatnya: "Ibu jari kaki butung itu baik sekali, baginda!" Lalu menyesallah dia, si jari kaki 9 itu. Ternyata dia telah melakukan kesalahan pada penasehatnya yang bijaksana!  

Ketika kembali sampai di istana, raja berburu gila” alias si 9 jari kaki itu, memerintahkan kepada para pengawalnya agar penasehatnya dibebaskan. Penasehat itu bergegas menghadap baginda ibu jari kaki kiri butung untuk berterima kasih. Eh, ternyata si "raja berburu gila" yang balik minta maaf kepada penasehatnya yang sangat bijaksana itu. Tetapi penasehat itu pun menjawab sopan kepada tuan raja pemilik ibu jari kaki kiri butung: "Tidak perlu minta maaf, Baginda. Sebab kalau saja hamba tidak Baginda penjarakan, sudah pasti hari ini, hambalah yang telah menjadi korban untuk para kanibalis itu. Sebab baginda tau, hamba memiliki 10 jari kaki utuh! Layak untuk jadi santapan para kanibalis." ***

Kata Peneguhan:
Apa yang sering kita anggap sebagai kekurangan kita, ternyata bisa menjadi kelebihan dan keberuntungan kita.

Kiriman:
Prisco Virgo. Dili. Timor-Leste.
Koordinator Utama blogspot Penghiburku.

PERJUANGAN ANAK TUNA RUNGU

Desa kami Purwokerto
Orang tuaku punya anak 3
Aku Mirawaty anak pertama
Adikku Andy Mulyo anak kedua
Aku dan Andy sama-sama tuna rungu
Ketika 6 bulan aku kena sakit panas
Terlambat dibawa ke dokter
Orang tuaku bingung,
belum ada SLB/B


Ada kabar dari Wonosobo
Tetapi Dena Upakara masih lama dibangun
Aku sudah berumur 12 tahun
Adikku berumur 10 tahun
Terpaksa kami dibawa ke Bandung
Segera masuk SLB/B Cicendo
Baru lulus tahun 1963
Aku lanjut les menjahit pakaian
Juga les membuat kue, memasak,
Dan karangan bunga
Bersama adikku kami buka usaha
Terima pesanan dari langganan
Menjahit dan buat kue kering
Untuk Lebaran dan Natal
Penghasilan kami cukup. ***






Kiriman: Mirawaty. Bandung.
Disampaikan ke blogspot Penghiburku
Oleh Poppy Prasetya Deaf. Semarang.

Friday, February 24, 2012

AKU TERKENANG SI MET

Kisah nyata ini berawal di bulan Januari tahun 1974. Pada saat itu usia kehamilanku baru memasuki bulan yang ke-3. Sebagaimana biasanya yang terjadi pada wanita dalam usia kehamilan seperti itu, saya pun mengalami aneka rasa sakit, seperti: mual, muntah, perut mules, suka makan makanan yang aneh-aneh. Pada suatu pagi, saat suamiku telah berangkat ke kantor, saya mulai sakit lagi seperti hari-hari sebelumnya. Sakit seorang wanita yang sedang hamil muda. Saya ke luar dari dalam rumah dan duduk di samping pintu dekat pendopo rumah untuk sekedar mendapat angin segar. Sementara saya bergelut dengan keadaanku, seorang pria lewat di depan rumah. Tiba-tiba saja dia berbelok dan masuk ke halaman rumah dan berjalan ke arah saya sedang duduk. Dia menggerakkan tangannya ke arah mulut dan kepalanya, lalu menunjuk ke arah perutku. Dari mulutnya keluar suatu suara yang berbunyi seperti: Me e me me met t t t.

Saya terkejut bercampur takut melihat sosoknya itu. Tubuhnya pendek dan bungkuk. Juga peranginya agak aneh. Rasa sakitku pun hilang seketika. Mungkin karena ditutupi rasa takutku. Saya baru sadar bahwa ternyata pria aneh itu, seorang bisu tuli. Rasa takut saya perlahan berkurang ketika saya melihat pandangan matanya yang mengisyaratkan keprihatinannya ketika dia melihat keadaanku. Saya mempersilahkan dia masuk ke dalam rumah. Saya tawarkan segelas teh. Dia menggelengkan kepala. Kemudian dua orang ibu tetangga datang dan langsung masuk ke dalam rumah. Tanpa menyapa saya, mereka langsung menyuruh orang bisu tuli itu untuk segera pergi dari rumahku. Malahan mereka seperti mendesak dan mengusir. Saya menyampaikan kepada kedua ibu itu bahwa, sayalah yang telah memanggil orang itu. Tanpa menghiraukan penjelasan saya, keduanya tetap mendesak agar orang bisu tuli itu untuk segera pergi. Ahkirnya, orang bisu tuli itu bangun dari duduknya dan melangkah pergi. Dia sempat menoleh beberap kali ke arahku dengan pandangan belas kasihan. Saya bisa mengerti arti pandangannya itu. Sepertinya dia masih prihatin dengan keadaanku. Tetapi saya tidak berdaya menghadapi sikap kedua ibu tetanggaku itu. Karena saya adalah warga baru di lingkungan mereka. Apa lagi, saya juga baru berapa bulan menikah. Belum terlalu memahani hidup bertetangga di tempat baru. Dan lebih lagi, saya adalah seorang pendatang yang berasal dari pulau lain. Ya, kedua ibu itu tentu hanya mau melindungi saya, pikirku. Apa lagi mereka pasti terpengaruh dengan kebiasaan masyarakat umum, yang selalu memandang orang-orang cacat sebagai pengganggu. Buktinya, kedua ibu itu mulai menasehati saya, agar saya tidak berdekatan dan bergaul dengan orang bisu dan tuli. Sebab hal itu bisa mempengaruhi anak dalam kandunganku. Malah kata mereka, nanti anak saya bisa lahir cacat seperti orang itu. Tanpa membantah nasehat mereka, saya hanya berkata dalam hati bahwa selama saya tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak baik kepada orang cacat itu, saya dan bayi saya akan baik-baik saja.

Kedua ibu itu pamit dan pergi dari rumah saya. Tetapi hati saya tetap tidak tenang membayangkan lagi ketika mereka mengusir orang bisu tuli itu. Dan rupanya suasana ini menguasai seluruh diriku sehingga mual dan sakitku yang lain-lain tidak saya rasakan sampai pagi berikutnya. Keesokan harinya, pagi-pagi sekitar jam 7, pintu rumah diketuk. Suamiku pergi membuka pintu dan saya terbengong-bengong melihat lagi orang bisu tuli yang kemarin itu. Ia berbicara dengan suamiku memakai bahasa isyarat. Ia menggerakkan tangannya dan suamiku juga menjawab dengan gerakan tangan pula. Rupanya suamiku sudah lebih dahulu mengenal orang bisu tuli itu. Di tangan orang bisu tuli itu, ada dua buah mangga muda, yang katanya dia bawa untukku. Saya pun menceritrakan kejadian hari sebelumnya kepada suamiku. Suamiku agak tersinggung dan menyatakan tidak suka dengan perlakukan seperti hari kemarin itu kepada si bisu tuli itu. Melalui bahasa isyarat tangan, suamiku meminta si Met, nama yang diberikan suamiku kepada orang bisu tuli itu, agar si Met bisa selalu datang ke rumah kami. Si Met pun mengangguk tanda setuju.

Hari-hari selanjutnya, si Met sering datang ke rumah kami dan membantu meringankan banyak tugas yang harus saya kerjakan sebagai wanita hamil. Dia menyapu rumah, mencuci piring dan menimbah air dari sumur. Hal itu berlangsung dari bulan Januari sampai April tahun 1974. Selama bulan Mei sampai bulan Juli, si Met tidak pernah muncul lagi. Saya dan suami saya merasa kehilangan si Met. Tiba tiba, tepatnya tanggal 6 Agustus 1974, si Met muncul lagi sambil memikul sebuah karung, penuh berisikan pisang dan ubi. Saat itu usia kandunganku tinggal menunggu hari untuk melahirkan anakku. Saya dan suami merasa tidak perlu  menanyakan ke mana saja si Met pergi, ketika ia menghilang selama 3 bulan terakhir itu. Juga tidak perlu, kami menyanyakan di mana rumah dan kampungnya. Karena rasanya akan percuma. Kami tidak akan mendapatkan sebuah jawaban yang tepat dan pasti. Maka kami pun tidak peduli dengan semuanya itu. Tetapi ada satu hal lain yang pasti, kami benar-benar mensyukuri kehadiran si Met yang tepat waktu. Dia datang pada saat kami membutukan. Tanggal 16 Agustus 1974, tepat pada jam 14.00 sore, selamat saya melahirkan putraku. Dia sehat dan normal. Kini putraku, Bobby, sudah berusia 38 tahun. Sudah menikah dan memiliki dua anak laki laki, yang juga sehat dan normal. Apa yang dikatakan kedua ibu tentanggaku dulu itu, ternyata hanya sebuah ketakutan tidak berarti. Itu hanya anggapan umum yang tidak benar. Sebuah “pameo” atau vonis tidak beralasan yang patut dihindarkan dalam kehidupan bermasyarakat.  

Pada tahun 1977, ketika Bobby berusia 3 tahun, suamiku pindah tugas dari Kupang ke Atambua (kota dekat perbatasan dengan Timor-Leste). Sayang sekali, ketika itu Bobby kecil belum sempat mengenal si Met. Selama di Atambua, kami hilang kontak dengan si Met di Kupang. Ketika kami kembali ke Kupang pada tahun 1990, si Met tidak kami temukan lagi. Apakah mungkin si Met sudah tiada? Atau entah ke manakah Tuhan telah mengutus si Met untuk tugas-tugas lain? Kisah si Met, telah saya ceritakan kepada anak dan cucu-cucu saya. Bagi saya pribadi, sosok bisu tuli si Met, sangatlah berarti. Dalam dirinya ada hidup dan kehidupan. Pada bahasa isyarat dalam komunikasinya yang serba terbatas, tetap manusia lain bisa menemukan kesetiaan dan cinta. Terima kasih si Met. Ke mana lagi kami akan mencarimu? Meski kini engkau tidak lagi bersama kami, tetapi dalam kunjungan persahabatan ke beberapa SLB di kota Kupang, saya telah berjumpa dengan banyak "Met" yang lain. Kerinduan kami akan engkau, sedikitnya terbalaskan. Terima kasih saya juga untuk semua mereka yang telah membuka cakrawala pikirku untuk mengenal lebih dekat, teman-teman tuna rungu. Melalui tulisan kisah nyata ini, ingin saya sampaikan salamku kepadamu semua di mana saja, di seruluh dunia. ***

Kiriman: Mutiara Gajeng.
Naikoten, Kupang, Timor, NTT.