Naskah
dikirim melalui
Catharina Apriningsih.
Koordinator Pembantu Blogspot Penghiburku.
Ibu
Teresa
dari Kalkuta, seorang biarawati kelahiran
Albania (26 Agustus 1910), pendiri
Kongregasi Biarawati Cinta Kasih, adalah pribadi luar biasa yang menjadi sumber
inspirasi tulisan saya ini. Ibu Teresa
menghabiskan seluruh hidupnya untuk melayani kaum Paria, golongan yang dianggap tidak berkasta di India. Setiap hari,
selama masa hidupnya, beliau berjalan dari lorong ke lorong pada jalanan di
kota Kalkuta yang luas itu, untuk
memungut orang-orang miskin sekarat dan merawat mereka agar orang-orang
terbuang itu, bisa meninggal dengan layak sebagai manusia. Setelah meninggal
dunia (5 September 1997), Ibu Teresa
diberi gelar Beata atau yang Berbahagia oleh Gereja Katolik Roma.
Banyak gadis muda yang bergabung suka-rela pada Kongregasi Biarawati yang
didirikannya, kini tersebar di berbagai negara di seluruh dunia untuk
meneruskan karya Cinta Kasih yang telah beliau rintis. Kelompok relawan yang
menjalankan pelayanan bagi kaum kecil seturut semangat Ibu Terasa, di Indonesia dikenal dengan nama: KKIT atau Kerabat Kerja Ibu Teresa. Saya adalah
salah satu anggota kelompok relawan itu.
Sebab
ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan, ketika Aku haus kamu memberi Aku
minum, ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan, ketika Aku
telanjang, kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku sakit, kamu melawati Aku,
ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. … Sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini,
kamu telah melakukannya untuk Aku.
Kutipan kata-kata di atas adalah satu dari
sekian kebijaksanaan dan kebajikan yang diajarkan oleh Yesus Kristus atau Nabi Isa
kepada para pengikut-Nya. Kutipan ini sangat menyentuh hati saya dan membuat
saya mengerti, mengapa Ibu Teresa bisa
melakukan suatu karya yang sangat besar dan begitu dalam menginspirasi banyak
orang di seluruh dunia. Saya sangat mengagumi setiap pilihan dan keputusan yang
diambil Ibu Teresa dalam hidupnya. Ketika
masih sangat muda belia, beliau memilih menjadi biarawati, meninggalkan orang
tua dan tanah airnya, lalu datang ke India untuk melayani mereka yang termiskin
dan mereka yang terbuang. Pilihan itu
sangat sulit dan tidak mudah. Saya merasakan hal itu ketika menonton film dokumentasi
tentang pelayanan Ibu Teresa kepada
kaum papa itu. Bagaimana
dia melayani orang yang tidak memiliki apa-apa dan mereka yang sakit. Dia
menghibur mereka yang kesepian, mengambil mereka dari jalanan dan merawat
mereka yang mendekati ajalnya. Saya begitu tersentuh ketika membaca cerita Ibu Teresa, tantang bagaimana dia menyusuri
lorang-lorong dan jalan-jalan di Kalkuta dan mengumpulkan orang yang sedang
sekarat. Dia menggendong mereka yang seluruh tubuhnya penuh belatung, berbau amis, lalu
membersihkannya. Itu bagi saya adalah suatu tindakan yang mulia. Tidak ada
seorang pun yang mau bersentuhan dengan orang yang sudah sekarat dan sekujur
tubuhnya dipenuhi ulat yang menjijikkan. Dan hanya Ibu Teresa yang berani dan memiliki
kerendahan hati yang luar biasa untuk melakukan hal itu. Dia melakukannya
dengan penuh kasih, sehingga orang yang ditolongnya kerap mengucapkan
kata-kata: Aku hidup seperti binatang, tetapi
aku mati seperti Malaikat. Betapa mengharukan. Saya bisa merasakan hal itu,
seandainya saya berada di posisi orang itu. Cukup lama saya menanti dan
berharap bahwa saya bisa melakukan sesuatu yang terbaik dalam hidup saya. Saya
ingin mengikuti teladan Ibu Teresa
dan mensyukuri hidup. Berterima kasih untuk apa yang Tuhan beri dan apa yang
Tuhan ambil. Melakukan dengan segenap hati pekerjaan kecil dan sederhana. Hasilnya
terserah pada kehendak Tuhan. Apa pun yang Tuhan buat dalam hidup saya,
pastilah yang terbaik.
Sejak lahir
saya sudah cacat. Menyandang predikat tuna rungu. Pada usia 9 tahun, saya sudah
yatim piatu. Pendidikan terakhir, hanya sampai SMP. Saya pernah melewatkan
masa-masa yang sangat sulit dalam hidup saya. Rasa marah dan depresi pernah
saya alami sampai harus berobat ke psikiater. Sebelum menjadi anggota KKIT (Kerabat Kerja Ibu Teresa), saya merasa
tidak ada yang bisa saya lakukan dalam hidup saya. Saya tidak tahu, apa yang
bisa saya berikan dari keterbatasan saya: Tuna rungu yang hanya bisa menyelesaikan
pendidikan di SMP. Saya merasa diri saya sebagai orang yang gagal dan tidak
berguna. Saya kecewa karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga. Khususnya
untuk tante dan om saya, yang telah merawat dan membesarkan saya seperti anak
mereka sendiri. Sampai
pada suatu hari, saya melihat pemandangan yang mengubah hidup saya. Ada anak-anak jalanan
seumur saya, yang tidak dapat bersekolah. Mereka hidup dari mengamen dan
mengemis. Bahkan ada yang makan dari mengais sampah. Mereka tidur di jalanan.
Hati saya tersentuh melihat semuanya itu. Tante saya mengatakan bahwa saya jauh
lebih beruntung dari pada anak-anak jalanan itu. Hidup saya berkecukupan. Ada
tempat tinggal, bisa bersekolah dan melakukan apa yang saya suka. Sedangkan
mereka tidak mempunyai apa-apa seperti yang saya miliki. Karena itu, tante menekankan
kepada saya agar hidup itu selalu harus bersyukur, melakukan pekerjaan apa pun
dengan senang hati. Apa pun pekerjaan yang ada, termasuk beban berat sekali pun,
tentu dapat diselesaikan dengan baik. Dari situ, saya mencoba bangkit dan
melihat kelebihan saya, sampai akhirnya saya bertemu dengan KKIT (Kerabat Kerja Ibu Teresa) di
Yogyakarta. Saya sangat senang dengan kehadiran KKIT. Apa lagi
melakukan pelayanan bersama mereka. *** (bersambung)
Tentang Penulis:
Vinsensia Eka
Suwarsih. Dipanggil
Cia-Cia. Lahir di Serang, Jawa
Barat, pada tanggal 17 Oktober 1984. Masuk SLB/B Pangudi Luhur Jakarta tahun 1994 (kelas dua)
dan tamat tahun 2000.
SMPK Umum Notre Dame, Jakarta Barat. Bersuamikan
Yakobus Jimmy Chandra Gunawan, alumnus SLB/B Don Bosco
Wonosobo angkatan tahun
1996. Teman-temannya yang tuna rungu dalam pelayanan KKIT Yogyakarta:
Selain Jimmy suaminya sendiri, masih ada juga Ayuk (Imanuela
Helantri, tamat SLB/B Dena Upakara Wonosobo, tahun 1997), Momi (Kesumo Yoga Prawiro, ST,
tamat SLB/B Don Bosco Wonosobo, tahun 2003),
dan Putut (Chris Putut Wijayanto,
tamat SLB/B Don Bosco Wonosobo).
*) Tulisan ini disarikan dari
sebuah karyanya berjudul Tuhan Memanggil
Untuk Mengasihi, yang pernah dimuat dalam
buku: TUHAN APAKAH
ENGKAU MEMERLUKAN KAKIKU HARI
INI? HARI INI KUBERIKAN KAKIKU
KEPADAMU. Kumpulan Sharing Kerabat Kerja Ibu Teresa
Indonesia (KKIT)
yang diterbitkan oleh Kerabat Kerja Ibu Teresa,
tahun 2010.
Editor: T. Krispurwana Cahyadi, SJ.
Ceritamu sungguh menarik dan mengharukan.
ReplyDeleteSemua manusia sangat berharga di mata Tuhan, tanpa pandang bulu, baik yang berfisik sempurna maupun yang berkebutuhan khusus. Kini tidak ada lagi istilah cacat ya ! Yang ada adalah istilah "BERKEBUTUHAN KHUSUS" atau diffable = different ability. Ingatlah ! Yesus selalu membela mereka yang diffable ini. Bacalah Injil. Kapan-kapan saya akan menuliskannya.
Bye ...
Sr. Antonie
Thanks Suster.Akan saya perhatikan istilah2 ini dalam mengedit tulisan-tulisan anak2 yang dikirmkan sebelum dimuat di Blog-spot Penghiburku ini. Salam ke Wonosobo. Koordinator Utama: Prisco Virgo.
ReplyDeleteDili, Timor-Leste.
Hmmm....yang benar orang Cacat itu pantas disebutkan bagi pejabat yang korup! Ya tuh...cacat rohani seperti yang dikatakan oleh Romo Subanar, SJ dalam kotbahnya pada waktu MISA ADECO Jogjakarta. Tentunya banyak ragam jenis "cacat rohani" yang sangat merusakkan ciptaan ALLAH!
ReplyDeleteSaya akan menulis lagi...agar blogspot semakin ramai diunduh...hee
Salam dariku,
Dita.
Hahaha mbak Dita. Betul sekali. Cacat Rohani lebih parah dari cacat fisik, atau menurut Suster Antonie, "Berkebutuhan Khusus". Ok, kami tunggu tulisan mbak Dita. Ketika saya ketik komentar ini, jumlah pengundah sudah: 5.896. Viva Penghiburku! Terima kasih. Koordinator Utama Penghiburku, Prisco Virgo, Kuluhun, Dili, Timor-Leste. Salam kompak!
Deletemengharukan...crita dari dik Eka... Memang dia berjiwa seperti Ibu Theresia selama berteman dg mb sjk awal hingga kini... Mb bener2 terharu n bersyukur berteman dgnya.
DeleteMemang bener mb Dita "Mulut n fisik sholat/berdoa tapi hati gak sholat/berdoa".... Sekarang tunggu berita selanjutnya...
Mbak Aning baik sekali, selalu beri dukungan untuk adik-adik dan anak-anak supaya maju pantang mundur. Maju terus. Terima kasih. Salam dari Dili, Timor-Leste.
Deletesuster makasihh ya ceritanyaa,, ini cerita di sekolah suster yaa,,,, saya harusnya lebih mersa sngt2 bersyukurr,, sya masihh hdup enakk dn mmpunyai angota tubh yg lngkapp,,,dan tak smsetinya sya marah atau kesal dgn ortu maupun tuhann,, krna ku dcptakan jauh lbih bruntung dan sharusnya sya harus mampu mmliki rasa brsyukurr yg tngii atas smua yg dbrikannya,,, apalagii kta2 "aku hidup seperti binatang tapi aku mati seperti malaikat " sngat mbuat vi kgumm,,, maksihh suter maksihhhh
DeleteNovi, ini bukan tulisan Suster Antonie, apa lagi tulisan Suster Teresa. Tetapi tulisan Eka Suwarsih, anggota KKIT dari kota Yogyakarta. Baik bahwa tulisan ini bisa berguna untuk hidupmu juga. Terima kasih untuk komentarmu. Koordinator Utama Blogspot Penghiburku.
Deleteteman-teman , ada info gak untuk KKIT di SOLO ? kalau teman-teman punya info, tolong kirim email ke saya ya : t36uhk@gmail.com .. terima kasih sebelumnya
ReplyDeleteteguh