![](http://4.bp.blogspot.com/-NliQvubFY5I/T5JAB1FYlbI/AAAAAAAAAoU/95VCDkfN_Mk/s1600/Kartini_04.jpg)
R. A. Kartini adalah anak kelima dan anak perempuan tertua kedua di keluarganya dari sebelas bersaudara, termasuk para saudara dan saudari tirinya. Ia dilahirkan dalam keluarga dengan tradisi intelektual yang kuat. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, menjadi Bupati pada usia 25 tahun. Sedangkan kakaknya, R. M. Sosrokartono adalah seorang Linguists atau ahli bahasa. R. A. Kartini hanya diperbolehkan untuk bersekolah sampai dia berusia 12 tahun. Dari antara semua mata pelajaran, dia sangat menyukai pelajaran bahasa Belanda dan dia berhasil berbicara dengan fasih dalam bahasa itu. Suatu prestasi yang tidak biasa bagi para wanita Jawa pada waktu itu. Setelah berusia 12 tahun, R.A. Kartini mulai dipingit dalam rumah, sebuah praktek umum di kalangan bangsawan Jawa, untuk mempersiapkan para anak perempuan sebelum pernikahan mereka yang ditentukan oleh orang tua. Selama berada dalam masa pingitan, seorang perempuan tidak diperkenankan untuk meninggalkan rumah orang tuanya mereka sampai mereka menikah, di mana kekuasan atas diri mereka akan dialihkan kepada para suami. Tetapi Ayah R. A. Kartini agak lebih lunak dan memberikan keluasan kepada putrinya ini, untuk belajar bordir dan kadang-kadang boleh tampil di depan umum untuk acara-acara khusus.
Selama masa
pingitan itu, Kartini terus belajar dengan tekun. Karena dia bisa berbahasa
Belanda
dengan baik,
maka Kartini memiliki beberapa teman pena di negeri Belanda. Salah satunya adalah seorang gadis bernama Rosa Abendanon dan
melalui surat-menyurat, mereka akhirnya menjadi sahabat dekat. Melalui buku, surat
kabar dan majalah Eropa yang
dia baca, Kartini terbuka pikirannya tentang
gerakan kaum
feminis di Eropa dan ia bertekat untuk memperbaiki kondisi perempuan pribumi di Jawa, yang pada waktu itu memiliki status sosial yang sangat
rendah.
Kartini
juga membaca koran-koran berbahasa Belanda yang diterbitkan di pulau
Jawa, seperti De Locomotief (Semarang), yang diedit oleh Pieter
Brooshooft, serta sebuah
bundelan majalah (Leestrommel) yang diedarkan oleh toko-toko buku untuk para pelanggan. Bahkan Kartini juga membaca berbagai
majalah budaya dan ilmiah, serta majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie. Untuk
majalah yang terakhir inilah, ia mulai mengirimkan tulisan-tulisannya untuk diterbitkan. Kesan dari surat-suratnya yang dibukukan kemudian dengan nama Habis Gelap Terbitlah Terang, nampak
jelas bahwa Kartini seolah membaca segala sesuatu dengan minat dan perhatian
yang sangat tinggi. Sebelum berumur 20 tahun,
Kartini telah membaca buku-buku
yang cukup berat bobotnya dan berat isinya, seperti Max Havelaar yang
ditulis oleh Multatuli. Lalu De Stille Kracht (The Hidden Force) oleh Louis Couperus. Karya-karya Frederik van Eeden, Augusta de Witt. Juga buku
dari penulis Romantis-feminis Nyonya Goekoop, de-Jong Van Beek dan sebuah novel anti-perang oleh Berta von Suttner, Die Waffen Nieder! (Lay Down Your Arms!). Semua buku ini tertulis dalam bahasa Belanda. Perjuangan dan keprihatinan Kartini, tidak hanya dalam bidang emansipasi wanita, tapi juga
dalam masalah kemasyarakatan umumnya. Ia melihat bahwa perjuangan bagi kaun perempuan untuk memperoleh kebebasan, otonomi dan
persamaan hak
di mata hukum itu, hanyalah sebagian kecil dari suatu gerakan yang lebih luas.
Kartini dinikahkan dengan Raden Adipati
Joyodiningrat, Bupati Rembang, yang sudah memiliki tiga istri. Dia menikah
pada tanggal
12 November 1903. Hal ini sangat bertentangan dengan keinginan pribadi Kartini, tetapi dia setuju saja
untuk menenangkan ayahnya yang sedang sakit. Ternyata suaminya tidak melarang keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah bagi kaum wanita di serambi Timur kompleks Kantor Kabupaten Rembang. Satu-satunya putra R. A. Kartini, lahir pada
tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, yakni pada tanggal 17 September 1904,
Kartini meninggal dunia pada usia 25
tahun. Ia dimakamkan di Desa
Bulu, Rembang. Terinspirasi oleh
contoh hidup dan perjungan Kartini, keluarga Van
Deventer mendirikan Yayasan
R.
A. Kartini untuk membangun
sekolah-sekolah bagi
kaum perempuan di pulau Jawa. Sekolah Kartini di Semarang akhirnya dibangung pada tahun 1912, diikuti oleh sekolah-sekolah perempuan
lain di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Pada tahun 1964, Presiden Sukarno mengumumkan bahwa hari lahir R.
A. Kartini, tanggal 21 April, disebut sebagai 'Hari Kartini' dan dijadikan hari libur Nasional di Indonesia. Keputusan ini pernah menuai kritik. Para pengeritik mengusulkan bahwa Hari Kartini seharusnya dirayakan dalam hubungannya dengan Hari Ibu Indonesia, yaitu tanggal 22 Desember. Dengan
demikian, pengangkatan R.
A. Kartini sebagai Pahlawan Nasional akan menaungi juga semua perempuan lain, yang seperti R. A. Kartini, telah juga ikut melawan penjajah
tanpa senjata. Sebaliknya,
mereka yang
pro tanggal 21 April sebagai Hari Kartini,
berpendapat bahwa Kartini
tidak hanya seorang feminis yang ditinggikan statusnya di Indonesia, tetapi dia juga seorang adalah
seorang tokoh nasionalis, yang dengan ide-idenya,
ikut berjuang atas nama bangsanya dalam perjuangan nasional
untuk Kemerdekaan. Jadi tidak perlu digabungkan dengan Hari Ibu, tanggal 22 Desember. *** (Sumber bahan: Wikipedia.
Alihbahasa: Prisco Virgo*)
*) PRISCO VIRGO
Kuluhun, Dili,
Timor-Leste.
Koordinator
Utama blog-spot Penghiburku.
Ibu Kartini sungguh hebat! Dalam usia mudanya telah menyumbangkan jasa besarnya untuk emansipasi (persamaan hak) perempuan Indonesia.
ReplyDeleteKita jangan jadi perempuan BAHENOL (BAdan HEbat Namun Otak Lemah). Otak Lemah itu lemot (LEmah OTak), telmi (TELat MIkir). Hati-hati, jangan sampai sakit atau hilang ingatan! Kita selalu ingatlah jasa pahlawan yang telah turut memudahkan hidup kita. "TERIMA KASIH, IBU KARTINI"
Banyak orang ternama yang punya jasa untuk bangsanya, ternyata mati muda. Saya ingat Cornel Simanjuntak, komponis beberapa lagi Kebangsaan Indonesia, meninggal dalam usia 23 tahun. Temannya si penyair Binatang Jalang, Chairil Anwar, juga mati muda. Sementara para koruptor biasanya berumur panjang. Hahaha... Terima kasih Apri, untuk komentarmu yang heroik ini!
Delete