Sejak awal di
Ungaran, saya lahir
normal dan tidak bisu tuli. Tetapi
ketika berumur satu setengah tahun,
saya jatuh sakit step atau panas
tinggi. Karena panasnya
terlalu tinggi, maka akibatnya saya pingsan selama delapan
jam dan di situlah terjadi, saya
kehilangan pendengaran alias tuli karena
syaraf telinga saya telah hancur meleleh. Kemudian
setelah saya sadar, orang tua saya
memanggil saya dengan nama
saya, TIEN, tetapi
saya tidak menoleh atau tidak merespon atas suara
panggilan itu. Orang tua saya heran,
lalu membawa saya ke dokter di Salatiga. Oleh
dokter dinyatakan bahwa saya tuli, akhirnya
saya jadi penyandang cacat bisu tuli sejak waktu
itu.
Ketika saya berumur lima
tahun,
orang tua saya mendapat informasi dari orang tua Susan (Susi Madiun) mengenai
sekolah pendidikan khusus untuk tuna rungu di
Wonosobo. Kemudian saya segera dibawa orang tua
ke Wonosobo dengan segudang harapan. Pada tanggal
17-01-1974,
barulah saya masuk di lembaga pendidikan SLB/B "Dena Upakara" di Wonosobo. Banyak cerita suka duka
selama mengenyam pendidikan di lembaga tersebut. Setelah
menimba ilmu di SLB/B "Dena Upakara" tersebut
selama delapan setengah tahun, saya
berhasil dengan baik. Kemudian setelah lulus di SLB/B tersebut
pada tahun
1983, saya melanjutkan pendidikan saya
lagi di SMP St Bernardus, di Madiun. Sebelumnya
akan ke SMP St.
Yusuf, tetapi ditolak oleh kepala sekolah
dengan
alasan bahwa tidak mungkin anak tuna rungu
bisa menerima pelajaran bersama anak-anak normal. Baiklah. Akhirnya
saya diterima di SMP St Bernardus setelah
lulus test tertulis. Setelah lulus SMP tahun
1986, saya melanjutkan
pendidikan saya lagi,
yaitu di SMKK Negeri Madiun, mengambil jurusan
tata boga selama tiga tahun
dan lulus pada tahun
1989. Setelah tamat SMKK, saya mengambil
kursus akuntansi Dasar A selama satu tahun
dan setelah itu saya lanjutkan
ke akuntansi dasar B sampai
selesai.
Pada waktu yang sama,
saya juga
melamar pekerjaan di Pusdik Perum Perhutani Madiun
waktu itu. Sekarang
ini adalah Pusdiklat SDM Perhutani. Selang
tiga hari kemudian saya dipanggil masuk
kerja di situ. Tugas yang saya terima adalah yang
sesuai dengan pendidikan saya,
tata boga. Sampai sekarang, saya telah
jadi karyawati di Pusdiklat SDM Perhutani Madiun di kota Madiun ini, selama
23 tahun.
Tentu saja selama hidup di
tengah masyarakat normal, saya telah makan garam kehidupan.
Terlebih saya mendapat banyak hal yang kurang
enak, tetapi saya tidak perduli karna
tujuan saya dalam
hidup sebagai
orang deaf,
adalah harus bisa sukses. Maka
saya tetap berusaha agar bisa melakukan
banyak hal seperti
yang dilakukan oleh orang normal.
Semua bisa jadi mungkin buat kaum deaf, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Walau saya telah menjadi karyawati di BUMN,
tetapi saya
masih merasa kurang dan bukan siapa-siapa, jika
saya belum berbuat yang lebih untuk
kaum
deaf. Oleh karna itu pengalaman hidup yang saya tulis ini, bisa memberi motivitasi kepada sesama deaf, khususnya lewat blog-spot
Penghiburku ini. Dan saya berharap, saudara-saudaraku sesama
deaf, bisa bangkit
percaya diri. Maju terus dan pantang menyerah untuk kaum deaf !
Christina Hartini.
Madiun.
Koordinator
Pembantu Blog-Spot Penghiburku.
Bagus mbak Tien, Madiun. Tulisan menarik dan inspiratif. Motivasi untuk teman-teman Deaf agar mengembangkan diri. Maju terus. Terima kasih.
ReplyDeleteBagus!
ReplyDeleteTien, Saya juga mau maju bersamamu.
ReplyDelete