"Bolehlah hidupkan lagi Majalah Penghiburku yg pernah berjaya dan sekalian mengenang jasa baik Suster Myriam pemrakarsa adanya majalah untuk alumni itu. Dengan demikian satu sama lain tetap terjalin dengan baik. Viva Penghiburku!" (14 Januari 2012, Bernadeta Tumir)

Sunday, January 22, 2012

SIAPA BISA MENOLONG SIAPA


Entah siapa yang memulai, kita semua tidak tahu pasti. Tetapi dalam masyarakat manusia, selalu saja ada peng-kelompok-an. Pertama-tama dan yang paling kentara adalah peng-kelompok-an menurut jender. Yakni kelompok laki-laki yang disebut jender satu dan kelompok perempuan yang disebut jender dua. Sejak jaman dahulu kala, kelompok jender satu selalu saja berlaku tidak adil terhadap kelompok jender dua. Bahkan dalam budaya kita, pernah terjadi, kelompok jender dua malah disamakan saja dengan barang. Hak-hak perempuan dikerebiri dan disepelekan. Perempuan menjadi milik laki-laki dan tugasnya adalah melahirkan anak dan melayani suami. Perempuan tidak memiliki hak suara dan ikut saja keinginan laki-laki. Malahan kaum perempuan tidak diperkenankan untuk bersekolah. Maka kemudian hari, muncul tokoh-tokoh perempuan yang nekat “berkelahi” untuk hak-hak perempuan. Kini kita selalu mendengar bahwa di mana-mana perempuan tidak ingin lagi menjadi jender dua. Mereka menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki. Lahirlah istilah yang sangat terkenal: “Kesetaraan Jender”. Meski pun demikian, para perempuan masih saja harus tetap berjuang, karena pelecehan dan kekerasan terhadap jender dua, sepertinya makin menjadi-jadi setiap hari.  

Selain “perjuangan” jender, tanpa kita sadari, seharusnya ada juga “perjuangan” kaum “abnormal” atau penyandang cacat fisik. Ada bermacam-macam manusia penyandang cacat fisik: Tuli, buta, pincang, butung, gila, gagu dan leler. Bila kaum perempuan, meski pernah dan kerap masih ditindas oleh laki-laki, tetap nasib kaum perempuan agak lebih baik, dibandingkan para penyandang cacat fisik. Kaum perempuan masih memiliki kelompok, yakni jender dua. Sedangkan para penyandang cacat fisik, sejak dulu, sepertinya tidak memiliki kelompok. Mereka bagaikan kaum “anomin” atau kelompok tanpa “jender”. Memang sudah ada banyak panti dan sekolah khusus untuk para penyandang cacat fisik ini. Tetapi kerap terjadi, kaum cacat fisik ini masih dipandang sebagai beban keluarga dan masyarakat. Hak-hak mereka sebagai manusia, lebih banyak dilecehkan oleh manusia normal. Ada pekerja “tuna rungu” misalnya, digaji lebih kecil dari para pekerja “normal”, pada hal tugas yang dipercayakan majikan, sama berat. Dan yang lebih menyakitkan lagi, bila para penyandang cacata fisik ini diperlakukan tidak adil oleh orang tua atau sanak keluarga mereka sendiri. Misalkan saja, ada anggota keluarga yang menganggur dan urusan hidup si penganggur ini harus tanggung oleh saudaranya yang “tuna rungu”.

Prof. Dr. Muhammad Yunus, dekan Fakultas Ekonomi dari Universitas Chittagong, Bangladesh, meninggalkan ruang kuliah dan mendirikan bank kaum miskin untuk para perempuan Bangladesh. Para perempuan Bangladesh yang sangat tertindas itu, akhirnya bangkit dan menunjukkan kepada para “penindas” mereka yang adalah para “suami” mereka sendiri bahwa mereka bukan jender kedua yang bisa dilecehkan. Pada tahun 2006, Prof. Yunus bersama bank Grameen dan para perempuan tertindas dari Bangladesh itu, menerima hadiah Nobel Perdamaian. Prof. Yunus menulis bahwa hanya perempuan bisa menolong sesama perempuan (only woman can help woman). Saya pun teringat ungkapan yang berbunyi: “only poor can help poor”, alias, hanya orang miskin bisa menolong orang miskin. Dan itu berarti pula, hanya para penyandang cacat fisik, bisa saling membantu dalam kecacatan mereka. Maka melalui blog-spot Penghiburku ini, saya ingin mencatat di sini: Bersatulah para tuna rungu! Hanya anda yang setiap hari berjuang di telaga sunyi, bisa mengukir perestasi bagi dirimu dan teman-temanmu senasib dan seperjuangan! (Dili, Timor-Leste, 21 Januari 2012)*** Prisco Virgo. Koordinator Utama blog-spot Penghiburku.

1 comment:

  1. Saya setuju sekali dengan seruanmu, Prisco Virgo : BERSATULAH PARA TUNA RUNGU! Sangat baiklah, tuna rungu mau menolong sesama tuna rungu!

    ReplyDelete