MASUK SLB/B DI DENA UPAKARA WONOSOBO *)
Aning lahir sebagai
anak sulung dari Bpk Marsudi dan Ibu Sutiyah pada tanggal 12 Mei 1967 di
Kabupaten Kulon Progo, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Pada awalnya tidak diketahui bahwa Aning menderita kesulitan mendengar. Waktu
masuk TK dan SD umum, sampai tiga kali Aning
tidak naik kelas. Dia hanya
paham pelajaran yang menggunakan cara motorik, yaitu mata paham gambar. Ketika
masih di TK dan SD umum, Aning diolok-olok
oleh teman-temannya sebagi: péthuk atau bodoh alias goblok
dan wong edan atau orang sinting. Dia tidak tahu arti
kata-kata itu. Malahan dia tertawa polos dan senyum saja. Aning selalu senang-senang saja karena mendapat tambahan
teman-teman baru yaitu adik-adik kelasnya. Baru kemudian hari diketahuilah
bahwa Aning menderita kesulitan
mendengar dari dokter THT.
Pada suatu tidur malam, ibunya bermimpi bahwa ada seorang
tua menuliskan kepadanya kata Wonosobo. Ibunya benar tidak mengerti apa maksud mimpi itu dan
belum pernah mendengar kata Wonosobo
itu. Sang ibu lalu berusaha mencari informasi tentang kata itu dari
teman-temannya. Ibunya kemudian menemukan pada buku daftar nomor telepon dan
alamat Wonosobo. Ternyata Wonosobo adalah nama kota kecil di
Provinsi Jawa Tengah. Dan di Wonosobo
itulah terdapat sekolah luar biasa yang dikhususkan bagi anak-anak tuna rungu. Sang ibu lalu berangkat dari Yogya menuju Kulon Progo. Beliau nekad menculik Aning kecil yang diasuh neneknya. Sang
ibu membawa Aning kecil ke Wonosobo, walaupun belum tahu persis di
mana letak kota itu. Dalam perjalanan naik bis, mereka bertemu dan berkenalan
dengan seorang penumpang. Ternyata penumpang ini berasal dari Mertoyudan, Magelang. Dan penumpang itu tidak
lain adalah ibu kandung Menuk, salah
seorang anak tuna rungu yang sedang belajar di Wonosobo. Ibu Menuk juga
sedang menuju Wonosobo untuk menengok
anaknya. Menuk adalah alumna Dena Upakara angkatan tahun 1981.
Juni tahun 1976, Aning
diterima jadi murid sekolah di SLB/B Dena Upakara di Wonosobo. Saat itu Aning berusia
9 tahun dan paling tua alias paling besar di kelas nol kecil. Aning hanya berada satu minggu di kelas
nol kecil dan segera tiga kali berturut-turut ia naik kelas selama satu
semester: Kelas Dasar 1, Kelas Dasar 2 dan Kelas Dasar 3. Hal ini disebabkan Anin sudah mampu memahami semua pelajaran
di kelas-kelas itu. Ini suatu hal yang luar biasa. Memang Tuhan Maha Adil. Guru
favorit Aning di SLB/B Dena Upakara
adalah Bu Untari dan Sr. Antonie Ardatin, PMY. Karena kedua
guru yang hebat ini, selalu memberinya motivasi dan inspirasi. Mereka ibarat kamus hidup berjalan yang terus-menerus memperkaya
perbendaharaan kata-kata Aning. Sebelum Kelas
Dasar 6, Aning bercita-cita menjadi
seorang ibu rumah tangga yang baik. Tetapi kemudian hari ia mengubah
cita-citanya menjadi penulis. Aning
amat mengagumi Sr. Myriam Therese, PMY,
kepala asrama SLB/B Dena Upakara pada saat itu. Beliau terkenal cukup keras
mendidik anak-anak untuk berdisplin. Namun beliau juga cukup terbuka dan bersikap
sportif. Yakni meminta maaf kepada anak-anak bila beliau keliru dan terlanjur menjadi
marah. Aning juga sangat menyukai
gaya Sr. Henricia, PMY, yang mengajar
artikulasi. Dengan tidak jemu-jemunya beliau memotivasi anak-anak untuk belajar
bicara dan bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Karangan Aning ketika Kelas Dasar 5 dan 6, pernah dua kali dimuat dalam alm. Majalah Penghiburku. Aning pun pernah membantu Sr. Myriam menstensil halaman-halaman Majalah Penghiburku, ketika Anin masih Kelas Dasar 4 sampai Kelas
Dasar 6, bahkan hingga ia tamat dari Wonosobo
pada Juni 1983. (Bersambung)
*) Tulisan ini adalah hasil wawancara Catharina Apriningsih, Koordinator Pembantu blogspot Penghiburku di Yogyakarta dengan Marsudiyati Pratamaningsih alias Aning yang pernah menulis artikel berjudul: “Suka Duka Guru Anak Tuna Rungu” dan “Pelangi Kata Pada Bunga Teratai” di blogspot Penghiburku.
No comments:
Post a Comment