"Bolehlah hidupkan lagi Majalah Penghiburku yg pernah berjaya dan sekalian mengenang jasa baik Suster Myriam pemrakarsa adanya majalah untuk alumni itu. Dengan demikian satu sama lain tetap terjalin dengan baik. Viva Penghiburku!" (14 Januari 2012, Bernadeta Tumir)

Wednesday, February 15, 2012

HATI PENUNTUN ANING (2)

 







INTEGRASI PENDIDIKAN UMUM *)

Setelah tamat dari SLB/B Dena Upakara, Wonosobo, Aning melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum di SMP Negeri 1, Yogyakarta, pada tahun 1983. Ia sempat mengalami semacam "diskriminasi" dalam pendidikan dan pergaulan. Teman-teman enggan bergaul dengannya dan menganggapnya anak bodoh. Misalnya pada saat pergantian pelajaran, Aning masih asyik mencatat di buku. Karena tidak mendengar, maka Aning tidak mengetahui bahwa guru sedang masuk ke kelas. Teman-teman segera berdiri sigap memberi hormat kepada guru. Tiba-tiba sang guru menggebrak meja Aning. Sontak Aning kaget melihat guru itu marah kepadanya. Padahal guru itu sebenarnya sudah tahu bahwa Aning adalah murid tuna rungu. Guru juga selalu marah sekali kepada Aning dan ia dituduh tidak sopan. Sebab Aning mengangkat telapak tangan kiri untuk minta ijin bertanya kepada guru ketika Aning kurang paham penjelasan guru. Padahal Aning biasanya selalu mengangkat telapak tangan sebagai tanda minta ijin bertanya ketika ia masih bersekolah di SLB Dena Upakara, Wonosobo. Di SMP umum itu, guru malah menjadi marah dan menyuruh Aning keluar kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran. Aning tidak mengerti mengapa ia diperlakukan seperti itu.

Pada semester pertama rapor Aning nyaris dipenuhi nilai merah. Lalu orang tua Aning meminta bantuan kepada Sr. Myriam Therese, PMY, sebagai pemrakarsa program care after atau pelayanan kepada alumni Dena Upakara. Dari Wonosobo, Sr. Myriam langsung datang ke sekolah Aning di SMP Negeri 1, Yogyakarta, untuk menjelaskan masalah integrasi pendidikan Aning kepada kepala sekolah dan para guru di SMP itu. Setelah itu, pada semester kedua, Aning mendapat ranking 10 besar. Baru pada saat itu, teman-teman akhirnya mau bergaul dengan Aning dan tidak lagi menganggapnya sebagai anak bodoh. Selama bersekolah di SMP Negeri 1, Yogyakarta, karangan Aning dimuat tujuh kali dalam Majalah Penghiburku sebagai cerbung  atau cerita bersambung dengan judul: “Kugadai Kalung Impian”. Tulisan ini berisi pergolakan batinnya sebagai remaja. Namun cerbung bagian kedelapan dan yang berikutnya tidak jadi dimuat karena Majalah Penghiburku mendadak vakum alias berhenti terbit.

Setelah tamat dari SMP Negeri 1, Yogyakarta, pada tahun 1986, Aning lulus tes dan diterima masuk SMTI (Sekolah Menengah Teknologi Industri) Yogyakarta milik Departemen Perindustrian. Aning sengaja memilih SMTI itu untuk melawan stereotip mengenai tuna rungu. Bahwa anak-anak tuna rungu hanya pantas masuk sekolah di SMKK atau Sekolah Menengah Kejuruan Ketrampilan. Pada saat pengumuman hasil tes penerimaan siswa baru di SMTI, Aning menempati posisi kedua. Ketika kelas 1 di SMTI, Aning pernah masuk ranking 10 besar. Namun ketika kelas 2, ia melorot ke ranking 80 dan ketika kelas 3, malah turun lebih jauh ke ranking 115. Hal ini disebabkan oleh makin sukarnya pelajaran-pelajaran di tingkat atas. Toh akhirnya Aning mampu menyelesaikan sekolahnya di SMTI pada tahun 1989 dengan prestasi yang tidak terlalu buruk.


Pada tahun 1989, Aning melamar ke almamater SLB/B Dena Upakara dan sempat menjadi guru pelatihan Pramuka. Karena Aning mempunyai pengalaman di divisi Penggalang Pramuka ketika ia masih di SMP dan SMTI. Aning membimbing dan mendampingi anak-anak tuna rungu SLB/B Dena Upakara dan SLB/B Don Bosco Wonosobo dengan baik. Hasil bimbingannya ini terbukti ketika mereka mengikuti Jambore Nasional Penca (Penyandang Cacad). Selama 10 hari di Cibubur, Jakarta, kelompok SLB/B Dena Upakara dan SLB/B Don Bosco Wonosobo asuhannya berhasil menjadi juara Nasional Penca itu. Hal itu merupakan prestasi yang membanggakan Aning dan masih menjadi kenangan indah sampai hari ini. Setelah itu Aning kembali ke Yogya untuk melanjutkan kuliah di Akademi Perindustrian (Akprind), jurusan Manajemen Perindustrian. Tetapi kuliah Aning di Akprind tidak sempat diselesaikannya dan hanya bertahan selama satu setengah tahun atau tiga semester saja (1989-1991). Karena hendak memperluas wawasan, Aning melamar dan diterima bekerja sebagai sekretaris di perusahaan fashion design di Semarang, Jawa Tengah. *** (Bersambung)



*) Tulisan ini adalah hasil wawancara Catharina Apriningsih, Koordinator Pembantu blogspot Penghiburku di Yogyakarta, dengan Marsudiyati Pratamaningsih alias Aning, yang pernah menulis artikel berjudul: “Suka Duka Guru Anak Tuna Rungu” dan “Pelangi Kata Pada Bunga Teratai” di blogspot Penghiburku.

No comments:

Post a Comment